Riwayat tradisipencaksilat.id

Gerakan Pencak Silat Road to UNESCO diawali pada Mei 2013, Gerakan diinisiasi setelah digelar Seminar Pencak Silat Indonesia oleh Bapak Pencak Silat Indonesia, Eddie M. Nalapraya, Menpora RI saat itu K.R.M.T. Roy Suryo, Heru Nugroho (staf khususnya), dan peneliti budaya pencak silat Mody Afandi bersama Tim Pencak Silat Road to Unesco & Olympic. Inisiasi itu berbuah hasil dengan mengajak masyarakat pemangku pencak silat Indonesia. Kemudian bersama Kemendikbud mendaftarkan pencak silat ke UNESCO sebagai Warisan Dunia Takbenda.

Setelah dua tahun penetapan Tradisi Pencak Silat sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, kami sekali lagi mengajak masyarakat dan para pemangku budaya pencak silat di Indonesia dan di seluruh dunia, untuk berkontribusi dalam perihal pengisian data masing-masing aliran, perguruan, dan individu (tokoh), sebagai upaya pelestarian dan pengembangan pencak silat untuk generasi sekarang dan masa depan.


Timeline

1
Abad 11

Kata Silat pertama kali muncul diperkirakan pada abad 11 dalam tambo atau tambay alam minangkabau dalam dialek minang dalam kalimat “Harimau campo urang bagak dari India pandai basilek jo balabek”.

Kata Pencak diperkirakan pertama kali muncul dalam kesusastraan sunda Sanghyang Shiksa Khandang Karesian dalam kalimat “Neureuy/Heureuy Penca” mengisyaratkan permainan dalam penca.


1922

Publikasi paling awal tentang Pencak Silat berjudul judul Koan soet atawa ilmoe silat “terkarang dalam bahasa Melajoe renda”, penyusunnya Ngo Hoa Djin, dicetak dan diterbitkan N.V. Boek Handel en Drukkerij PENO Co. Grisee (Gresik), tahun 1922.

2

3
1929

1929 film laga awal dirilis berjudul Si Tjonat oleh Batavia motion picture dan Rampok Preanger produksi Halimoen film yang menggunakan unsur pencak silat atau beladiri. Si Tjonat adalah film bisu yang diadaptasi dari sebuah novel yang berjudul Tjerita Si Tjonat, ditulis oleh F.D.J. Pangemanann yang diterbitkan tahun 1900.


1930-1931

Si Ronda dan Si Pitoeng di mana terdapat adegan silat Betawi yang diadaptasi dari lenong (drama Betawi), yang ketiganya sangat kental terpengaruh oleh budaya Melayu-Tionghoa

4

5
1950

sebuah film yang menceritakan tentang sekumpulan pendekar, yang bergabung untuk melawan para perompak yang menindas sebuah kampung bernama Pantai Bukit, dirilis, di mana sembilan pendekar datang dari beragam wilayah Nusantara, bersatu padu untuk menegakkan kebenaran. Film yang sarat dengan laga pertarungan ini kemudian dikenal sebagai film bewarna pertama di Indonesia, berjudul Sembilan.


1953

diproduksi sebuah film berjudul Harimau Tjampo yang disutradarai D. Djajakusuma dengan pemeran utama Baron Hermanto, Rd. Ismail, dan pendekar silat kumango serta juara pencak silat PON II tahun 1952 bernama Malin Maradjo. Harimau Tjampo diakui oleh banyak pihak sebagai film yang mampu merekam falsafah pencak-silat dalam balutan budaya Minangkabau.

6