Detail

Nama    SETIA HATI
Jumlah perguruan    0

SETIA HATI

Setia Hati dapat diartikan tekad hati yang bersih dan suci dalam menuju keselamatan (Jalan TUhan). Ilmu Setia Hati mengajarkan bagaimana cara keluar dari permasalahan hidup dengan menggabungkan kebutuhan jasmani dan rohani. Dua kebutuhan itu lalu dilebur dalam gerak indah untuk pertahanan diri yang akhirnya diberi nama pencak silat. Pencak silat dalam arti untuk pertahanan lahr batin, bukan adu fisik.

Pencak SH benar-benar rahasia dan tertutup. Hanya boleh dilajari, diajarkan, atau ditularkan kepada sesama anggota. Merupakan sebuah pantangan mengajarkan Pencak SH kepada orang lain yang bukan anggota, bahkan menunjukkannya saja tidak boleh.

Nama panti ditambahkan untuk memudahkan penyebutan. Panti merupakan sebutan rumah yang dipakai Eyang Suro. Panti yang sekarang digunakan untuk secretariat Persaudaraan Setia Hati saat ini memang rumah asli Eyang Suro. Nama “panti” setelah Setia Hati mulai kerap dipakai setelah banyak perguran lain dengan nama SH bermunculan.

Menurut catatan perkembagan Setia Hati dimulai oleh Hardjo Oetomo yang mendirikan SH Terate pada 1922 di Madiun. Pada tahun 1932 Munandar Hadiwijoto mendeklarasikan SH Organisasi di Semarang, tahun 1966, R Djimat Soewarno mendirikan SH Tunas Muda Winongo yang berpusat di Jalan Doho, Kota Madiun. Bahkan yang terbaru tahun 2005 ada yang mendirikan SH Panti Cabang Surabaya.


Sejarah

Aliran Setia Hati sangat melekat dengan sosok Ki Ngabehi Soerodwirdjo/ Masdan yang lahir pada hari Sabtu Pahing 1869, beliau adalah keturunan dari bupati Gresik. Ayahnya bernama Ki Ngabehi Soeromiharjo adalah manteri cacar Ngimbang-Lamongan yang memiliki 5 putera, yaitu: Ki Ngabehi Soerodwirjo (Masdan), Noto/Gunari (di Surabaya), Adi/ Soeradi (di Aceh), Wongsoharjo (di Madiun), Kartodiwirjo (di Jombang). Saudara laki2 dari ayahnya R.A.A Koesomodinoto menjabat sebagai bupati Kediri. Seluruh keluarga ini adalah keturunan dari Batoro Katong dari Ponorogo (Putra Prabu Brawijaya Majapahit).

Saat berumur 15 tahun beliau magang menjadi juru tulis Op Het Kantoor Van De Controleur Van Jombang, di sana sambil belajar mengaji beliau juga belajar pencak silat yang merupakan dasar dari kegemaranya untuk memperdalam pencak silat di kemudian hari.

Pada tahun 1885 beliau magang di kantor Kontroleur Bandung, dari sini beliau belajar pencak silat kepada pendekar2 periangan/pasundan sehingga didapatlah jurus-jurus seperti: Cimande, Cikalong, Cipetir, Cibaduyut, Cilamaya, Ciampas, Sumedangan.

Pada usia 17 tahun (1886) beliau pindah ke Batavia/ Jakarta, dan memanfaatkan untuk memperdalam pencak silat hingga menguasai jurus-jurus: Betawen, Kwitang, Monyetan, Permainan toya (stok spel).

Pada 1887 beliau ikut kontrolir belanda ke Bengkulu, disana beliau belajar gerakan-grakan mirip jurus-jurus dari Jawa barat. Pertengahan tahunnya ikut kontroler belanda ke Padang dan bekerja tetap pada bidang yang sama. Didaerah Padang hulu dan hilir beliau mempelajari gerakan-grakan yang berbeda dari pencak Jawa. Selanjutnya beliau berguru kepada Datuk Raja Betuah seorang pendekar dan guru kebatinan dari kampung Alai, Pauh, kota Padang. Pendekar ini adalah guru yang pertama kali di Sumatera Barat. Datuk Raja Betuah mempunyai kakak bernama Datuk Panghulu dan adiknya bernama Datuk Batua yang ketiganya merupakan pendekar termasyur dan dihormati masyarakat Minang. Selama 10 tahun beliau belajar silat kepada pendekar Datuk Raja Batuah dengan mendapatkan jurus-jurus daerah padang, antara lain: Bungus (uit de haven van teluk bayur), Fort de Kock, Alang-lawas, Lintau, Alang, Simpai, Sterlak. Sebagai tanda lulus beliau mempersembahkan pisungsun berupa pakaian hitam komplit.

Pada usia 28 beliau berguru kepada seorang ahli kebatinan bernama Nyoman Ida Gempol yaitu seorang punggawa besar kerajaan Bali yang dibuang Belanda ke Padang. Ia dikenal dengan nama Raja Kenanga Mangga Tengah (bandingkan dengan nama desa Winongo-Madiun-Tengah-Madya). Dari sini Ki Ngabehi mendapat falsafah TAT TWAM ASI (ia adalah aku).

Selanjutnya ilmu yang diperoleh dari Nyoman Ida Gempol disatukan dengan pencak silat serta ilmu kebatinan yang diperoleh dari Datuk Raja Batuah sehingga menjadi aliran pencak silat baru yang nantinya oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo dinamakan SETIA HATI.

Pada usia 29 tahun beliau bersama istrinya pergi ke Aceh dan bertemu adiknya yang bernama Soeradi yang menjabat sebagai kontrolir DKA di LhoukSeumawe, di daerah ini beliau mendapat jurus kucingan dan permainan binja. Pada tahun tersebut guru besar beliau Raja Kenanga Mangga Tengah diizinkan pulang ke bali. Ilmu beliau dapat dinikmati saudara-saudara SH dengan motto “GERAK LAHIR LULUH DENGAN GERAK BATIN” “GERAK BATIN TERCERMIN OLEH GERAK LAHIR”.

Tahun 1903 Ki Ngabehi kembali ke Surabaya dan menjabat sebagai polisi dienar hingga mencapai pangkat sersan mayor. Pada tahun ini beliau mendirikan persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER (STK) -LANGEN MARDI HARDJO (Djojo Gendilo) pada Jum’at legi 10 Suro 1323 H / 1903M. Tahun yang diklaim sebagai hari lahirnya SH Winongo, dan mengklaim mewarisi ilmu langsung dari eyang suro, sering mengklaim diri sebagai STK -Sedulur Tunggal Kecer. 

Tahun 1914 beliau kembali ke Surabaya dan bekerja pada DKA Surabaya, selanjutnya pindah ke Madiun di Magazijn DKA dan menetap di desa Winongo, Madiun. Kemudian Persaudaraan DJOJOGENDILO CIPTO MULJO diganti nama menjadi Persaudaraan “Setia Hati” Madiun pada tahun 1917.

Galeri