Nama | PPS Betako Merpati Putih | |
---|---|---|
Aliran |
|
|
Tahun Berdiri | 1963 | |
No. Telp | (0274) 881910 | |
Alamat | Jl. Kaliurang Km. 9,8 No. 67 (belakang RM. Sari Andhini) Sleman Yogyakarta | |
Kelurahan | - | |
Kecamatan | Sleman | |
Kota | Kabupaten Sleman | |
Provinsi | Di Yogyakarta | |
Website | klik disini |
PPS Betako Merpati Putih
Merpati putih (MP) merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang Indonesia yang pada awalnya merupakan ilmu keluarga Keraton Kartosuro, Mataram yang diwariskan secara turun-temurun yang pada akhirnya atas wasiat Sang Guru ilmu Merpati Putih diperkenankan dan disebarluaskan dengan maksud untuk ditumbuhkembangkan agar berguna bagi negara.
Awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Inkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro kemudian ke BPH Adiwidjojo (Grat I). Lalu setelah Grat ke tiga, R. Ay. Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri, seni beladiri ini mempunyai dua saudara lainnya. yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan, sedangkan Gagak Seto ilmu sastra. Dan untuk seni beladiri diturunkan kepada Gagak Handoko (Grat IV).
Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun ke Mas Saring lalu Mas Poeng dan Mas Budi menjadi PPS Betako Merpati Putih. Hingga kini, kedua saudara seperguruan lainnya tersebut tidak pernah diketahui keberadaan ilmunya dan masih tetap dicari hingga saat ini di tiap daerah di tanah air guna menyatukannya kembali.
Sejarah
Dalam kondisi pengungsiannya di daerah Bagelen, wilayah terpencil di Yogyakarta, Pangeran Prabu Amangkurat II bersama cicit perempuannya, yaitu R.A. Djojoredjoso. Disela-sela kesibukannya dalam memikirkan mengatur situasi kenegaraan (kerajaan), beliau sempat membimbing, menggembleng serta mengawasi cicitnya dalam menekuni ilmu beladiri.
R.A. Djojoredjoso kemudian mewariskan ilmunya kepada tiga orang putranya, yaitu Gagak Handoko, Gagak Samoedro, dan Gagak Seto, menurut spesialisasinya masing-masing. Gagak Samoedro diwarisi ilmu pengobatan, Gagak Seto diwarisi ilmu sastra dan Gagak Handoko diwarisi seni beladiri.
Konon tiga saudara ini tercerai berai karena kondisi penjajahan kolonial pada saat itu. Semasa pelariannya, Gagak Samoedro mendirikan perguruan di Gunung Jeruk di daerah Pegunungan Menoreh. Gagak Handoko mendirikan perguruan di daerah Bagelen, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa. Gagak Seto mendirikan perguruan di daerah sekitar Magelang, Jawa Tengah.
Lewat Raden Gagak Handoko inilah garis sejarah warisan ilmu yang dikenal sebagai Merpati Putih tidak terputus. Namun Gagak Handoko mengerti bahwa ajaran perguruan tersebut sebenarnya kurang lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan dan menurunkan kepada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut lalu menuangkan dalam gerakan silat dan tenaga tersimpan yang ada di naluri suci.
Beliau sadar akan usia ketuaannya yang tidak sanggup lagi melanjutkan pengembangannya, maka beliau memberi mandat penuh dan amanat kepada keturunannya, yaitu R. Bongso Permono Ing Ngoelakan Wates, untuk melanjutkan perkembangan perguruan. Dan setelah Gagak Handoko menyerahkan tumpuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu pergi menyepi bertapa hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.
Karena menyadari perkembangan perguruan yang kurang baik, R. Bongso Permono, menurunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu R.M. Wongso Widjojo dan kemudian mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan. Karena tidak mempunyai keturunan, R.M. Wongso Widjojo mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu yang bernama R. Saring Siswo Hadi Poernomo. Dari R. Saring Siswo Hadi Poernomo ilmu beladiri ini kemudian diturunkan kepada dua orang putranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo dan Budi Santoso Hadi Poernomo.
R. Saring Hadi Poernomo pada awal tahun 1960-an prihatin terhadap perkembangan kehidupan generasi muda yang terkotak-kotak membentuk kelompok-kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar hal tersebut, tergerak hati nurani beliau untuk berbuat sesuatu demi kecintaannya kepada nusa, bangsa, dan negara.
Pada tahun 1962, R. Saring Siswo Hadi Poernomo mengamanahkan kepada pewarisnya agar ilmunya disebarluaskan. Kedua pewaris yang juga puteranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi) bertekad mengambil langkah nyata dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang dimiliki keluarga untuk kepentingan nasional. Untuk itu pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta didirikan perguruan dengan nama PPS Betako Merpati Putih.
Merpati Putih berkembang cukup pesat, terutama sejak mendapat kepercayaan untuk melatih anggota ABRI. Diawali dengan melatih anggota Seksi I Korem 072 Pamungkas dan anggota Batalyon Infanteri 403 Wirasada Pratista.
Pada tahun 1968 Merpati Putih ekspansi ke luar Yogyakarta, yang pertama di Madiun, hingga berkembang ke Pusdik Brimob Polri di Watukosek, Jawa Timur. Pada tahun 1976 Merpati Putih melatih anggota Pasukan Pengawal Presiden dan dilanjutkan pada tahun 1977 melatih anggota Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang di kemudian hari berubah nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Sejak tahun 1995, atas prakarsa dan kerja sama dengan Yayasan Kartika Destarata di bawah pimpinan Ibu Hj. Oetari K. Hartono dan Ibu Titiek Prabowo, Merpati Putih mengembangkan kegiatan pembinaannya terhadap tuna netra.
Pada tahun 2002 Mas Budi meninggal dunia, disusul kemudian pada tahun 2014 Mas Poeng juga meninggal dunia. Sebagai penerusnya, pewaris berikutnya adalah putra-putranya, yaitu Amos Priono Tri Nugroho dan Nehemia Budi Setyawan.
Berikut Silsilah Turunan aliran PPS Betako Merpati Putih:
- BPH ADIWIDJOJO: Grat-I
- PH SINGOSARI: Grat-II
- R Ay DJOJOREDJOSO: Grat-III
- GAGAK HANDOKO: Grat-IV
- RM REKSO WIDJOJO: Grat-V
- R BONGSO DJOJO: Grat-VI
- DJO PREMONO: Grat-VII
- RM WONGSO DJOJO: Grat-VIII
- KROMO MENGGOLO: Grat-IX
- SARING HADI POERNOMO: Grat-X
- POERWOTO HADI POERNOMO dan BUDI SANTOSO HADI POERNOMO: Grat-XI
Pewaris muda: NEHEMIA BUDI SETIAWAN (putra Mas Budi) dan AMOS PRIONO TRI NUGROHO (putra Mas Poeng).