Nama    Moh. Hadimulyo, BSc
Tanggal Lahir    unknown
Perguruan     Keluarga Pencak Silat Nusantara
Posisi    founder
Pangkat    unknown

Moh. Hadimulyo, BSc

Moh. Hadimulyo, BSc adalah salah satu dari tiga pendekar pendiri kelompok belajar informal bernama Study Group Pencak Silat Nusantara pada 28 Juli 1968 di Jakarta, yang kemudian menjadi sebuah perguruan silat bernama KPS Nusantara pada tanggal 28 Juli 1973. ia adalah murid dari dua master Setia Hati, Marijun Sudirohadiprodjo dan Rachmad Suronagoro, dan aktif di bidang teknis IPSI.

Moh. Hadimulyo bersama dua rekannya memprihatinkan keadaan Pencak Silat yang kurang diminati oleh kaum muda, alasannya jika ada Pencak Silat dan ada peminatnya pun sangat sulit untuk mencari guru dan tempat latihan karena pada umumnya perguruan-perguruan yang ada masih tertutup.

Akibatnya, para pendiri Kelompok Studi berupaya mengubah kebiasaan lama agar pelatihan menjadi lebih sistematis. Mereka merasa bahwa materi pelatihan, kurikulum, dan tahapan pembelajaran harus didefinisikan dengan jelas, dan tes dan evaluasi perlu dilakukan secara berkala. Kedua, mereka memutuskan untuk secara tegas memisahkan aspek 'luar', fisik dari 'dalam', aspek spiritual. Ketiga, mereka percaya pencak silat olahraga bisa dipertandingkan, dan siap merintis sistem kompetisi untuk membuktikannya. Keempat, mereka terbuka untuk belajar dari bentuk pertahanan diri lainnya. Hadimulyo sendiri belajar di Jakarta Ju Jitsu Club di bawah pimpinan MA Efendhi; sedangkan Mohamad Djoko Waspodo dan Rachmadi Djoko Suwignjo mempelajari karate gaya Shotokan sampai tingkat dan satu.Rachmadi Djoko Suwignjo bahkan menjadi praktisi karate terkenal dan memenangkan beberapa penghargaan antara tahun 1970 dan 1972. Kelima, dan terakhir, mereka sepakat bahwa dalam mencari efektivitas gerakan, estetika tidak bisa diabaikan. Agar berhasil, pesilat harus menampilkan pertunjukan yang atraktif.

Melalui Study Group Pencak Silat Nusantara tujuan mereka jelas untuk mencari upaya agar pencak silat berkembang. Melalui masa yang cukup panjang, akhirnya diputuskan untuk memulai pembaharuan antara lain berupa :

  1. Memisahkan secara tegas pembinaan pencak silat “Gerak” dan “Aspek dalam”
  2. Mengubah metoda latihan tradisional menjadi metoda latihan yang sistimatis, jelas materi latihan, kurikulum dan tahapan belajarnya . Diadakan tes dan evaluasi secara teratur serta diberikan atribut yang tampak jelas dari luar bagi tiap tahapan belajar
  3. Mempelopori adanya pertandingan pencak silat olah raga.
  4. Menyelenggarakan peragaan-peragaan yang atraktif.
  5. Membantu PB IPSI membenahi sisi organisasi.

Langkah pembaharuan yang disusul dengan langkah uji coba ini segera membuahkan hasil. 

Namun pada akhir 1970-an ketika Moh. Hadimulyo bersama dua rekannya mundur dari dunia persilatan, KPS Nusantara seperti kehilangan gairahnya. Peminat pencak silat olahraga semakin menurun sementara pencak silat seni budaya terus meningkat. Efeknya prestasi pencak silat di bidang olahraga kiran kenurun, medali emas semakin sedikit diraih.

Atas kondisi tersbut, pada awal tahun 1990-an, KPS Nusantara mulai merintis standarisasi pencak silat seni dan bela diri. Dalam merancang aturan pesiladi dan pesilani, Mohamad Hadimulyo kembali memberikan masukan yang berharga bagi IPSI.Bersama tokoh pencak silat lainnya, ia turut serta dalam upaya mengintegrasikan kembali semua aspek pencak silat ke dalam jurus wiraloka wajib. Kategori wajib yang meliputi estetika, kemampuan fisik dan keahlian bela diri ini diterima oleh para pendiri PERSILAT di Jakarta pada tanggal 22-24 Mei 1996, dan dilombakan untuk pertama kalinya pada tahun berikutnya pada Pencak Silat Dunia ke-7. Kejuaraan di Malaysia.


Galeri