Nama    Muhamad Kosim (Mama Sabandar)
Tanggal Lahir    unknown
Perguruan     -
Posisi    founder
Pangkat    pendekar

Muhamad Kosim (Mama Sabandar)

Muhamad Kosim (1766 – 1880) lahir tahun 1766 di Pagaruyung, Sumatra Barat, dan wafat tahun 1880 di Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. ia dikenal pula dengan sebutan Mama Sabandar.

Riwayat hidup Muhamad Kosim masih terekam oleh Rd. Obing, salah seorang penerus aliran Sabandar dan juga merupakan tokoh aliran Cikalong, Menurut Rd. Obing, sewaktu muda Muhamad Kosim mempunyai kesenangan berlayar di Sungai Batanghari bersama orang-orang yang akan mengangkut barang ke kapal. Akhirnya, ia diterima bekerja pada sebuah kapal sebagai awak kapal. Sejak itulah ia mulai sering berlayar dari pulau ke pulau di Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda).

Suatu hari, terjadi perkelahian antara Muhamad Kosim dengan kapten kapal yang berakibat meninggalnya kapten kapal tersebut. Untuk menghindari pengeroyokan dari anak buah kapal yang lain, Muhamad Kosim cepat melarikan diri ke sekoci, kemudian kabur menjauhi kapal. Namun tak lama kemudian, sekocinya diterjang badai hingga pecah dan terbalik. Beruntung Mohamad Kosim sempat meraih sebilah papan sehingga tidak mati tenggelam.

Beberapa hari ia terombang-ambing ombak di lautan, akhirnya ia terdampar di sebuah pantai di kawasan Lampung. Dari Lampung ia meneruskan perjalanannya ke Betawi (Jakarta). Di sini Muhamad Kosim sempat membuka usaha penjualan kuda, namun selalu menemui kegagalan yang mengakibatkan seluruh modalnya habis. Selanjutnya ia memutuskan untuk mengembara ke daerah timur, dan akhirnya ia sampai di Cianjur.

Di Cianjur, ia menikahi putri seorang penjaga kebun milik Rd. H. Enoh, murid utama Rd. H. Ibrahim pencipta aliran Cikalong. Di tempat inilah Rd. H. Enoh mengetahui kemahiran Muhammad Kosim dalam bersilat, setelah sebelumnya bersambung tangan dengannya. Saat bertarung, Rd. H. Enoh dibuat tidak berdaya, dan mengakui keunggulan Muhamad Kosim. Sejak itulah Rd. H. Enoh mulai berguru kepadanya, dan sejak itu pula Muhamad Kosim mendapatkan sebutan Mama Sabandar.  Mama dalam bahasa Sunda berarti “paman”.

Belum diketahui secara pasti, apakah nama “Sabandar” itu diambil dari nama tempat Muhamad Kosim tinggal, yaitu Kampung Sabandar, atau justru nama kampung tersebut diambil dari sebutan Muhamad Kosim yang pernah bekerja di kapal atau pelabuhan sebagai seorang “syahbandar”.

Pada saat itu, di Cianjur terdapat guru tarikat yang dikenal dengan panggilan Ajengan Cirata. Muhamad Kosim pun menjadi murid tarikat Ajengan Cirata dan sangat setia kepada gurunya tersebut. Sebaliknya, Ajengan Cirata pun merupakan salah seorang murid penca Muhamad Kosim. Sejak itu di Cianjur banyak kiai yang belajar penca aliran Sabandar. Ketika Ajengan Cirata pindah ke Purwakarta, Muhamad Kosim pun turut pindah ke Purwakarta dan tinggal di Wanayasa.

Selain sebagai guru penca, Muhamad Kosim terkenal pula sebagai pawang harimau. Pernah beberapa kali ia berkelahi dengan harimau. Uniknya, harimau itu selalu dihadapinya sendirian dengan tangan kosong. Konon, kalau harimau menerkam, Muhamad Kosim dengan mudah menyambut terkaman itu dengan mengaitkan jarinya ke sela-sela gigi harimau sambil menariknya ke tanah sampai harimau itu tidak bisa bangun lagi. Untuk membunuh harimau itu, dengan sekali pukul saja kepala harimau itu bisa remuk. Selama di Purwakarta, Muhamad Kosim menjadi kepercayaan Dalem Purwakarta dalam berburu dan menangkap harimau.

Muhamad Kosim meninggal tahun 1880 di Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat.


Galeri