Detail

Nama    MERPATI PUTIH
Jumlah perguruan    1

MERPATI PUTIH

Ilmu Merpati Putih diwariskan secara turun-temurun di lingkungan keluarga pada masa Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sri Susuhunan Amangkurat II, pendiri sekaligus raja pertama Kasunanan Kartosuro yang memerintah pada tahun 1677 s.d. 1703.

Arti dari Merpati Putih itu sendiri adalah suatu singkatan dalam bahasa Jawa, yaitu:

Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening yang dalam bahasa Indonesia berarti "Mencari sampai mendapat Kebenaran dengan Ketenangan" sehingga diharapkan seorang Anggota Merpati Putih akan menyelaraskan hati dan pikiran dalam segala tindakannya. Selain itu PPS Betako Merpati Putih mempunyai motto: "Sumbangsihku tak berharga, namun Keikhlasanku nyata".


Sejarah

Dalam kondisi pengungsiannya di daerah Bagelen, wilayah terpencil di Yogyakarta, Pangeran Prabu Amangkurat II bersama cicit perempuannya, yaitu R.A. Djojoredjoso. Disela-sela kesibukannya dalam memikirkan mengatur situasi kenegaraan (kerajaan), beliau sempat membimbing, menggembleng serta mengawasi cicitnya dalam menekuni ilmu beladiri.

R.A. Djojoredjoso kemudian mewariskan ilmunya kepada tiga orang putranya, yaitu Gagak Handoko, Gagak Samoedro, dan Gagak Seto, menurut spesialisasinya masing-masing. Gagak Samoedro diwarisi ilmu pengobatan, Gagak Seto diwarisi ilmu sastra dan Gagak Handoko diwarisi seni beladiri.

Konon tiga saudara ini tercerai berai karena kondisi penjajahan kolonial pada saat itu. Semasa pelariannya, Gagak Samoedro mendirikan perguruan di Gunung Jeruk di daerah Pegunungan Menoreh. Gagak Handoko mendirikan perguruan di daerah Bagelen, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa. Gagak Seto mendirikan perguruan di daerah sekitar Magelang, Jawa Tengah.

Lewat Raden Gagak Handoko inilah garis sejarah warisan ilmu yang dikenal sebagai Merpati Putih tidak terputus. Namun Gagak Handoko mengerti bahwa ajaran perguruan tersebut sebenarnya kurang lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan dan menurunkan kepada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut lalu menuangkan dalam gerakan silat dan tenaga tersimpan yang ada di naluri suci.

Beliau sadar akan usia ketuaannya yang tidak sanggup lagi melanjutkan pengembangannya, maka beliau memberi mandat penuh dan amanat kepada keturunannya, yaitu R. Bongso Permono Ing Ngoelakan Wates, untuk melanjutkan perkembangan perguruan. Dan setelah Gagak Handoko menyerahkan tumpuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu pergi menyepi bertapa hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.

Karena menyadari perkembangan perguruan yang kurang baik, R. Bongso Permono, menurunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu R.M. Wongso Widjojo dan kemudian mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan. Karena tidak mempunyai keturunan, R.M. Wongso Widjojo mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu yang bernama R. Saring Siswo Hadi Poernomo. Dari R. Saring Siswo Hadi Poernomo ilmu beladiri ini kemudian diturunkan kepada dua orang putranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo dan Budi Santoso Hadi Poernomo.

R. Saring Hadi Poernomo pada awal tahun 1960-an prihatin terhadap perkembangan kehidupan generasi muda yang terkotak-kotak membentuk kelompok-kelompok yang mencerminkan rapuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Atas dasar hal tersebut, tergerak hati nurani beliau untuk berbuat sesuatu demi kecintaannya kepada nusa, bangsa, dan negara.

Pada tahun 1962, R. Saring Siswo Hadi Poernomo mengamanahkan kepada pewarisnya agar ilmunya disebarluaskan. Kedua pewaris yang juga puteranya, yaitu Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Budi) bertekad mengambil langkah nyata dalam pengabdian kepada bangsa dan negara Republik Indonesia dengan mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu yang dimiliki keluarga untuk kepentingan nasional. Untuk itu pada tanggal 2 April 1963 di Yogyakarta didirikan perguruan dengan nama PPS Betako Merpati Putih.

Galeri