Detail
Nama | SABANDAR | |
---|---|---|
Jumlah perguruan | 2 |
SABANDAR
Aliran Sabandar dikembangkan di Jawa Barat oleh Muhamad Kosim (1766 – 1880) yang berasal dari Pagaruyung, Sumatra Barat. Awalnya, aliran ini berkembang di wilayah Cianjur dan Sukabumi.
Ada kontroversi mengenai aliran Sabandar ini. Ada yang berpendapat bahwa aliran ini menganut sistem perkelahian yang halus dengan teknik mengalirkan tenaga dan membuang serangan lawan, sehingga dalam prosesnya masih memerlukan kontak fisik dengan lawan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa aliran ini pada intinya adalah ilmu pengolahan napas tingkat tinggi yang selanjutnya berkembang menjadi perguruan-perguruan beladiri tenaga dalam. Sebagaimana diketahui, umumnya penganut beladiri tenaga-dalam meyakini bahwa serangan lawan dapat digagalkan walau secara fisik tidak sampai bersentuhan.
Tak dapat disangkal bahwa dalam menentukan sebuah aliran penca yang asli amatlah sulit. Di samping data tertulis sangat minim, juga narasumber yang ditemui kebanyakan memilih untuk bersikap tertutup pada orang yang dianggap bukan “keluarga besarnya”. Di samping itu, sikap fanatik dan keyakinan yang teguh akan keaslian masing-masing aliran semakin menambah kebingungan jika melihat kenyataan di lapangan bahwa yang mengaku menganut suatu aliran yang sama dalam prakteknya memiliki banyak perbedaan, bahkan banyak yang bertolak belakang satu sama lain. Hal ini juga terjadi pada aliran Sabandar yang merupakan salah satu aliran penca terbesar di Jawa Barat.
Karakter aliran Sabandar cenderung defensif, yaitu menunggu diserang oleh lawan. Sikap pasang dalam menghadapi serangan biasanya menggunakan posisi menyerong dengan kuda-kuda tidak rendah, hampir seperti berdiri biasa. Kebiasaan lainnya adalah sering melangkah ke belakang jika diserang dan selalu membalasnya dalam gerak akhir si penyerang.
Adapun pada aliran Cikalong-Sabandar, ada yang disebut teknik Sabandar, yakni suatu prinsip pengaturan tenaga yang pada umumnya menggunakan tenaga alir. Maksudnya, setiap serangan lawan akan dibelokkan atau dialirkan arah dan tenaganya untuk kemudian dilakukan serangan balasan. Karena itu, cara perkelahiannya menggunakan jarak dekat, sebab memerlukan proses menempel dengan lawan. Prinsip tekniknya di antaranya adalah mendorong ketika ditarik, menarik ketika didorong, dan membuang ketika diserang.
Ada pula aliran Sabandar yang berkembang di Sukabumi. Di Sukabumi, guru dan para pengikutnya dengan tegas mengatakan bahwa yang dipelajarinya adalah murni aliran Sabandar (sebagian menyebutnya Sahbandar). Ciri khas Sabandar yang berkembang di Sukabumi adalah jurus-jurusnya sudah dipadu dengan teknik pernapasan
Sejarah
Awalnya aliran Sabandar dikembangkan di sekitar Cianjur dan Sukabumi, Jawa Barat, oleh Muhamad Kosim (1766 – 1880) asal Pagaruyung, Sumatra Barat. Menurut Rd. Obing (alm), salah seorang penerus aliran ini yang juga merupakan tokoh aliran Cikalong, sewaktu muda Muhamad Kosim mempunyai kesenangan berlayar di Sungai Batanghari bersama orang-orang yang akan mengangkut barang ke kapal. Akhirnya ia ikut bekerja pada sebuah kapal sebagai matros (awak kapal). Sejak itulah ia mulai sering berlayar dari pulau ke pulau di Indonesia.
Suatu ketika, terjadi perkelahian antara Muhamad Kosim dengan kapten kapal yang berakibat meninggalnya kapten kapal tersebut. Untuk menghindari pengeroyokan dari anak buah kapal, dengan cepat ia melarikan diri ke sekoci, kemudian kabur menjauhi kapal. Tak lama kemudian, sekocinya diterjang badai hingga pecah dan terbalik. Beruntunglah ia sempat meraih sebilah papan sehingga tidak mati tenggelam. Beberapa hari ia terombang-ambing ombak sampai akhirnya terdampar di pantai kawasan Lampung. Dari Lampung ia meneruskan perjalanannya ke Betawi (Jakarta).
Di Betawi, Muhamad Kosim sempat membuka usaha berjualan kuda, namun selalu menemui kegagalan yang mengakibatkan seluruh modalnya habis. Selanjutnya ia memutuskan untuk mengembara ke daerah timur, dan akhirnya ia sampai di Cianjur.
Di Cianjur, Mohamad Kosim menikahi putri seorang penjaga kebun milik Rd. H. Enoh. Rd. H. Enoh, yang merupakan murid Rd. H. Ibrahim pencipta aliran Cikalong. Ia pun lalu berguru padanya setelah dalam sebuah pertarungan berhasil dikalahkan oleh Mohamad Kosim yang ternyata mahir dalam bersilat. Tak heran, di Cianjur, aliran Sabandar umumnya sudah bercampur dengan aliran Cikalong, karena peranan Rd. H. Enoh, salah seorang tokoh aliran penca Cikalong yang berguru kepada Mohamad Kosim (dikenal juga sebagai Mama Sabandar). Aliran ini dikenal sebagai aliran Cikalong-Sabandar.
Selain Rd. H. Enoh, murid-murid Muhamad Kosim yang lain di Cianjur antara lain Ateng Kadri yang berasal dari Jatinegara dan Rd. Muhammad Musa.
Begitu pindah ke Purwakarta, Mohamad Kasim tetap mengajarkan aliran Sabandar. Namun, perkembangan aliran Sabandar di Purwakarta tidak begitu pesat. Murid-muridnya seperti Rd. Abdurrahman (Mama Abu), Rd. Natadipura, Rd. Jenal, Rd. Sutawijaya, Ama Wekling, dan Mama Agen hanya mempelajari Sabandar untuk diri sendiri, tidak menyebarkannya kepada orang lain, sehingga akhirnya aliran Sabandar di Purwakarta boleh dikatakan hampir hilang.